6
Universitas Kristen Petra
2. LANDASAN TEORI
2.1 Employee Engagement
2.1.1 Definisi Employee Engagement
Berbagai peneliti dan teori mengungkapkan definisi dari employee
engagement. Perusahaan konsultan publik yaitu Mencer mendefinisikan employee
engagement sebagai komitmen atau motivasi yang mengacu pada keadaan
psikologis dimana karyawan merasa memiliki kepentingan dalam keberhasilan
perusahaan dan melakukan tugas dengan standar yang tinggi melebihi persyaratan
yang ditugaskan. (sumber: mencerHR.com, dikutip dalam Truss et al., 2014).
Perusahaan publik lainnya Hewitt (hewittassociates.com) menyatakan bahwa
karyawan yang merasa terikat secara konsisten menunjukan 3 perilaku umum
yaitu:
1. Say: secara konsisten berbicara hal yang positif tentang perusahaan kepada
rekan kerja, calon karyawan, dan pelanggan.
2. Stay: memiliki keinginan kuat untuk menjadi anggota perusahaan
meskipin memiliki peluang untuk bekerja di tempat lain.
3. Strive: mengerahkan tambahan waktu (bersedia lembur), tenaga dan
inisiatif untuk memberikan kontribusi bagi keberhasilan bisnis
(sumber: Truss et al., (2014) Employee Engagement in Theory and
Practice, P. 18)
Berdasarkan definisi diatas, employee engagement merupakan keadaan
psikologis dimana karyawan merasa memiliki kepentingan dalam keberhasilan
perusaahaan dan melakukan tugas dengan standar yang tinggi sehingga karyawan
menyediakan waktu, tenaga dan inisiatifnya dalam pekerjaan untuk keberhasilan
perusahaan.
2.1.2 Tipe Karyawan Berdasarkan Employee Engagement
Gallup Organization (2004) mengelompokkan karyawan dalam 3
kelompok yaitu:
7
Universitas Kristen Petra
1. Engaged
Karyawan dalam tipe ini cenderung bersedia memberikan kekuatan dan
mengembangkan kemampuan secara maksimal agar perusahaan dapat lebih
berkembang. Karyawan tipe ini cenderung menunjukan kinerja yang tinggi dan
maksimal dalam setiap tugas dan tanggung jawab yang diberikan.
2. Not Engaged
Karyawan dalam tipe ini cenderung fokus terhadap tugas dibandingkan
dengan pencapaian tujuan dari pekerjaan itu. Karyawan cenderung hanya
mengerjakan sesuai dengan tugas yang di berikan oleh atasan, menunggu
perintah atau tugas diberikan, dan terlihat tidak semangat dalam bekerja.
3. Actively disengaged
Karyawan dalam tipe ini adalah karyawan yang tidak terikat. Secara terbuka
menyatakan perasaan tidak bahagia dan tidak puas terhadap pekerjaan.
Cenderung secara konsisten menunjukan perlawanan dan melihat sisi negatif
dari atasan maupun sistem pengelolaan perusahaan.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mengukur Employee Engagement
Penelitian yang dilakukan oleh Anitha J. (2014) (GRG School of
Management Studies, Coimbatore, India) menyatakan bahwa ada 7 faktor
dominan dalam mempengaruhi employee engagement terhadap perusahaan.
Faktor-faktor tersebut dijelaskan pada gambar 2.1
Work Environtment (lingkungan kerja) ditemukan menjadi salah satu faktor
penting yang menentukan tingkat employee engagement. Studi oleh Miles (2001)
dan Harter et al. (2002), Holbeche dan Springgett (2003), Mei et al. (2004) dan
Kaya et al. (2010) menunjukan bahwa employee engagement adalah hasil dari
berbagai aspek di tempat kerja. Deci & Ryan (1987) menetapkan bahwa
manajemen yang meningkatkan lingkungan kerja dan mendukung, akan
memperhatikan kebutuhan dan perasaan dari karyawannya; memberikan umpan
balik positif dan mendorong karyawan untuk menyuarakan hal yang menjadi
perhatian karyawan; mengembangkan keterampilan baru; dan untuk memecahkan
masalah yang berhubungan dengan pekerjaan. Lingkungan kerja yang bermakna,
8
Universitas Kristen Petra
membantu karyawan untuk bekerja fokus dan lingkungan yang harmoni di anggap
sebagai penentu utama dari employee engagement.
Gambar 2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Employee Engagement
Sumber: Anitha J. (2014), “Determinants of employee engagement and their
impact on employee performance" International Journal of Productivity and
Performance Management, Vol. 63 Iss 3 pp. 308 – 323
Leadership (kepemimpinan) adalah kriteria kedua yang diidentifikasi
menjadi faktor fundamental dalam employee engagement. Kepemimpinan yang
efektif adalah tingkat tinggi, multi-dimensi yang terdiri dari kesadaran diri,
pengolahan informasi yang seimbang, transparansi relasional, dan standar moral
dari internal (Walumba et al.,2008). Studi penelitian (mis Wallace dan Trinka,
2009) menunjukan bahwa keterikatan terjadi secara alami ketika adanya
pemimpin yang inspiratif. Pemimpin bertanggung jawab untuk
mengkomunikasikan bahwa karyawan memiliki peran penting dalam keberhasilan
perusahaan. Ketika apa yang dikerjakan oleh karyawan di anggap penting dan
memiliki arti, maka itu menjadi pendorong employee engagement terhadap
perusahaan. Kepemimpinan yang otentik dan mendukung secara teori dapat
mempengaruhi peningkatan employee engagement, kepuasan, dan semangat untuk
bekerja (Schneider et al., 2009). Faktor kepemimpinan dapat diukur dengan
indikator kepemimpinan yang efektif dan dukungan dari atasan.
9
Universitas Kristen Petra
Team and Co-worker (tim dan hubungan rekan kerja) adalah aspek lain
yang menekankan secara eksplisit tentang aspek keharmonisan interpersonal dari
employee engagement. Kahn (1990) menemukan bahwa hubungan interpersonal,
dukungan dan saling percaya, serta tim yang mendukung, sangat mempengaruhi
employee engagement. Lingkungan yang terbuka dan mendukung sangat penting
bagi karyawan untuk merasa aman di tempat kerja dan terlibat dalam tanggung
jawab mereka. Lingkungan yang mendukung memungkinkan anggota untuk
bereksperimen dan mencoba hal-hal baru bahkan tanpa takut dengan konsekuensi
gagal (Kahn 1990). Locke dan Taylor (1990) berfokus pada kebutuhan individu
yang memiliki keterkaitan, dan berpendapat bahwa individu yang memiliki
hubungan interpersonal yang positif dengan rekan kerjanya akan memiliki makna
dalam pekerjaanya. Jadi jika karyawan memiliki hubungan baik dengan rekan
kerja maka keterkaitannya dengan pekerjaan diharapkan akan tinggi.
Training and Career Development (pelatihan dan pengembangan karir)
adalah dimensi yang perlu dipertimbangkan dalam proses melibatkan karyawan,
karena membantu untuk berkonsentrasi pada fokus kerja. Ketika karyawan
melaksanakan program pelatihan dan pembelajaran, kepercayaan diri karyawan
akan lebih terpupuk yang memotivasi mereka untuk lebih terikat dalam pekerjaan
mereka. Alderfer (1972) juga menyarankan apabila perusahaan menawarkan
kesempatan untuk bertumbuh, itu berarti memberi penghargaan kepada karyawan.
Alderfer menekankan bahwa “kepuasan dalam pertumbuhan tergantung pada
seseorang tersebut menemukan kesempatan untuk menjadi apa yang paling
diinginkan dan menjadi apa yang paling dapat dilakukan”. Adanya jenjang karir
yang mendukung melalui pelatihan dan pengembangan karir dirasa penting bagi
diberikan kepada karyawan oleh perusahaan dimana nantinya akan memberikan
peluang di waktu yang tepat bagi pertumbuhan perusahaan. Hal ini dirasa secara
otomatis dapat meningkatkan level dari engagement karyawan terhadap
perusahaan.
Compensation (kompensasi) adalah atribut yang sangat diperlukan untuk
employee engagement yang memotivasi karyawan untuk mencapai lebih, dan
lebih fokus terhadap kerja dan pengembangan pribadi. Hal ini melibatkan kedua
imbalan, keuangan dan non-keuangan. Kompensasi yang menarik terdiri dari gaji,
10
Universitas Kristen Petra
bonus, dan penghargaan keuangan lainnya serta imbalan non-keuangan seperti
liburan tambahan dan voucher. Sebuah studi oleh Saks dan Rotman (2006)
mengungkapkan bahwa pengakuan dan penghargaan adalah anteseden yang
signifikan bagi employee engagement. Mereka menyadari bahwa ketika karyawan
menerima penghargaan dan pengakuan dari perusahaan, karyawan akan merasa
berkewajiban untuk merespon dengan tingkat keterlibatan yang lebih tinggi. Kahn
(1990) mengamati bahwa tingkat keterikatan adalah fungsi dari presepsi terhadapt
manfaat yang akan diterima. Oleh karena itu terlepas dari kuantitas atau jenis
hadiah yang diberikan, prespektif dari karyawan merupakan hal yang sama
dengan hal yang menentukan mereka menjadi engage terhadap pekerjaan. Hal itu
akan menjadi esensial untuk manajemen untuk dapat menyajikan standar yang
sesuai dan dapat diterima oleh karyawan, apabila karyawan mengharapkan untuk
dapat mencapai level dari engagement yang lebih tinggi.
Organizational Policies, procedures, structures and systems (kebijakan
organisasi, prosedur, struktur, dan sistem), memutuskan sejauh mana karyawan
terikat terhadap organisasi. Terbukti dari penelitian sebelumnya bahwa kebijakan
dan prosedur dari organisasi sangat penting bagi employee engagement dan
pencapaian tujuan bisnis. Peraturan utama dan prosedur yaitu termasuk proses
seleksi dan rekrutmen yang adil, bantuan dalam kehidupan yang seimbang, dan
kebijakan promosi yang adil. Beberapa studi yang dilakukan (e.g. Schneider et al.,
2009) menunjukan bahwa kebijakan perekrutan dalam perusahaan memiliki
dampak langsung pada employee engagement dan komitmen karyawan. Richman
et al. (2008) berpendapat bahwa kebijakan kehidupan kerja yang fleksibel
memiliki dampat positif terhadap employee engagement. Berbagai penelitian lain
(Woodruffe,2005; Rama Devi, 2009) telah menekankan pentingnya kebijakan
perusahaan dan prosedur yang mendukung untuk pengaturan kerja yang fleksibel
yang membantu dalam menyeimbangkan kerja karyawan dengan lingkungan
rumah; perusahaan yang memiliki pengaturan tersebut lebih mungkin untuk
memiliki engaged employees.
Workplace well-being (kesejahteraan kerja) adalah ukuran holistik yang
meningkatkan employee engagement. Well-being didefinisikan sebagai “semua
hal yang penting itu tentang bagaimana kita berpikir dan bagaimana pengalaman
11
Universitas Kristen Petra
dalam hidup” (Rath and Harter, 2010 p. 142) dan well-being menjadi ukuran yang
sangat penting untuk mengukur pengaruh perusahaan terhadap karyawan.
Pentingnya well-being diperkuat oleh para peneliti di Towers Perrin Talent Report
(2003) yang menemukan bahwa faktor dari manajemen yang paling lama untuk
keterikatan adalah employee well-being. Rasa dukungan dalam organisasi akan
tercakup dalam variabel ini.
2.2 Kinerja Karyawan
2.2.1 Pengertian Kinerja Karyawan
Dalam penelitian sebelumnya (Anitha J. 2014) kinerja karyawan
didefinisikan sebagai hal yang menunjukan hasil keuangan maupun non-
keuangan dari karyawan yang memiliki hubungan langsung dengan kinerja
perusahaan dan keberhasilannya. Pengertian kinerja (dikutip dalam dalam
Ramadhan & Sembiring 2014) adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya
(Mangkunegara, 2007 p.67). Penilaian kerja yang dilakukan oleh
perusahaan bertujuan untuk mengetahui tingkat kinerja yaitu gambaran
mengenai hasil pencapaian target dalam perusahaan.
Dari definisi kinerja karyawan, dapat disimpulkan bahwa kinerja
karyawan merupakan hal yang mendasari hasil kerja dari karyawan
berdasarkan kualitas dan kuantitas yang dihasilkan baik dari sisi keuangan
maupun non-keuangan yang menjadi faktor penentu dari keberhasilan
perusahaan.
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mengukur Kinerja Karyawan
Menurut Mathis dan Jackson (2006, p.378 dalam Ramadhan & Sembiring
2014) menguraikan beberapa faktor yang digunakan dalam mengukur kinerja
pegawai, yaitu:
1. Kuantitas hasil kerja
Kinerja dapat dilihat dari banyaknya hasil kerja yang sesuai dengan standar
kerja yang telah ditetapkam. Kuantitas membahas berapa banyak pekerjaan yang
12
Universitas Kristen Petra
telah dihasilkan karyawan. Wirawan (2009, p. 69) menyatakan bahwa ukuran
kuantitatif merupakan ukuran paling mudah untuk disusun dan diukur, yaitu
dengan hanya menghitung seberapa banyak unit keluaran kinerja harus dicapai
dalam kurun waktu tertentu. Dalam penelitian ini kuantitas diukur melalui jumlah
pekerjaan yang diselesaikan sesuai dengan standar, hasil kerja yang lebih baik dan
jumlah kesalahan yang diminimalisir.
2. Kualitas hasil kerja
Sulistiyani dan Rosidah (2009, p.286) menyatakan bahwa kualitas pekerjaan
merupakan bagian substansi yang tidak dapat diabaikan. Sementara Wirawan
(2009, p.70) menyatakan bahwa kualitas melukiskan seberapa baik atau seberapa
lengkap hasil yang harus dicapai. Dalam mengukur kinerja berdasarkan kualitas
dari hasil, dilakukan identifikasi bagaimana pencapaian kualitas pekerjaan yang
dilakukan artinya melihat mutu hasil kerja yang didasarkan pada standar yang
ditetapkan. Kualitas kerja diukur dengan melihat ketepatan, ketelitian, kerapihan,
dan keberhasilan hasil pekerjaan sesuai dengan standar kualitas yang diharapkan.
3. Ketepatan waktu
Kinerja dilihat dari kemampuan karyawan menyelesaikan pekerjaan sesuai
dengan tenggat waktu yang telah diberikan. Menurut Wirawan (2009, p.70),
kriteria ini menentukan keterbatasan waktu untuk memproduksi produk, membuat
sesuatu atau melayani sesuatu, dala hal ini adalah pekerjaan yang karyawan
lakukan. Ketepatan waktu diukur melalui keinginan karyawan untuk
menyelesaikan pekerjaan tepat waktu dan menghindari menunda pekerjaan.
4. Kehadiran
Kehadiran menunjukan kedisiplinan karyawan dalam bekerja. Kedisiplinan
yang tinggi mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap
tugas-tugas yang diberikan kepadanya (Hasibuan, 2009 p.193). kehadiran dapat
diukur melalui kedisiplinan dalam kehadiran, jarang tidak hadir, dan tepat waktu
dalam kehadiran.
5. Kemampuan bekerjasama
Kemampuan bekerjasama menunjukan kemampuan karyawan dalam
bersosialisasi dan membangun hubungan interpersonal untuk menyelesaikan
pekerjaan. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain,
13
Universitas Kristen Petra
karenanya dibutuhkan kerjasama dalam menjalani kehidupannya, termasuk dalam
menyelesaikan pekerjaan. Kerjasama (cooperation) adalah suatu usaha atau
bekerja untuk mencapai suatu hasil (Baron dan Byane, dikutip oleh Sari, 2006
p.2). Kemampuan bekerjasama diukur dengan terjaganya hubungan baik dengan
rekan, kerjasama yang dilakukan dengan baik dan komunikasi yang terjalin.
2.3 Hubungan Antar Konsep
Sejumlah studi menunjukan bahwa cara penting untuk meningkatkan
kinerja karyawan adalah fokus pada pengembangan employee engagement.
Penelitian (Christian et al, 2011; Fleming dan Asplund, 2007; Kaya et al, 2010;
Richman, 2006; Macey dan Schneider, 2008; Holbeche dan Springett, 2003;
Leiter dan Bakker, 2010) lain juga menunjukan bahwa adanya pengaruh level
yang tinggi pada employee engagement terhadap kinerja kerja, kinerja tugas, dan
organizational citizenship behaviour, produktifitas, discretionary effort, affective
commitment, continuance commitment, levels of psychological climate, and
layanan pelanggan.
Manfaat dari employee engagement diungkapkan oleh Siddhanta dan Roy
(2010 p. 171) yang menyatakan bahwa employee engagement dapat menciptakan
kesuksesan bagi perusahaan melalui hal-hal yang berkaitan dengan kinerja
karyawan, produktifitas, keselamatan kerja, kehadiran dan retensi, kepuasan
pelanggan, loyalitas pelanggan, hingga profitabilitas. Kinerja karyawan menjadi
salah satu hal yang menjadi akibat dari terciptanya employee engagement yang
tinggi. Hal tersebut diungkapkan pula oleh Robinson et al. (dikutip oleh Little,
2006 p.113) yang menyatakan bahwa karyawan yang memiliki kaitan kuat dengan
perusahaan akan meningkatkan performansi dalam pekerjaannya untuk
keuntungan perusahaan. (Ramadhan & Sembiring, Jurnal Manajemen Indonesia,
Vol. 14 – no.1 April 2014).
2.4 Kerangka Berpikir
Penelitian ini memiliki kerangka berpikir yaitu melihat pengaruh positif
employee engagement terhadap kinerja karyawan. Variabel independent (X)
employee engagement memiliki 7 indikator yaitu lingkungan kerja,
14
Universitas Kristen Petra
kepemimpinan, tim dan hubungan rekan kerja, pelatihan dan pengembangan karir,
kompensasi, kebuajakan perusahaan, dan kesejahteraan kerja. Variabel dependent
(Y) kinerja karyawan memiliki 5 indikator yaitu kuantitas kerja, kualitas kerja,
ketepatan waktu, kehadiran, dan kemampuan bekerja sama.
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
Sumber: Anitha J. (2014) & Mathis dan Jackson (2006)
2.5 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka hipotesisnya adalah:
H
1
: Diduga employee engagement berpengaruh terhadap kinerja karyawan di PT
Tirta Rejeki Dewata.
Kinerja Karyawan (Y)
1. Kuantitas Kerja
2. Kualitas Kerja
3.
Ketepatan Waktu
4. Kehadiran
5. Kemampuan
Bekerjasama
Employee Engagement (X)
1. Lingkungan kerja
2. Kepemimpinan
3. Tim dan Hubungan
Rekan Kerja
4. Pelatihan dan
Pengembangan Karir
5. Kompensasi
6.
Kebijakan Organisasi
7. Kesejahteraan Kerja
H
1